Minggu, 01 Maret 2009

Gasing JABAR

Gasing dari JAWA BARAT
Ulin Panggal

Bahasa daerah yang digunakan masyarakat Jawa Barat untuk menyebut gasing adalah Panggal. Dalam lingkup terbatas, ulin panggal, demikian masyarakat Jawa Barat menyebutnya, masih hidup. Namun di beberapa daerah (perkotaan) engetahuan tentang panggal didominasi oleh kalangan generasi tua. Nyaris generasi muda (baca : anak-anak) tidak lagi mengenalnya.

Di daerah kabupaten Garut kita dapat menjumpai beberapa anak muda sering bermain ulin panggal, bahkan diantaranya terampil membuat alat permainan yang dimaksud. Adapun pengrajin yang masih memproduksi panggal dalam jumlah terbatas sering dilakukan oleh Saudara Aris Fachrudin yang beralamat di Jl. H Hasan Arif, kampung Bojong salam, desa Sukaseneng Kec. Banyuresmi Kab. Garut.

Membuat gasing disesuakan dengan peruntukannya. Jawa Barat mengenal dua jenis gasing, yaitu gasing untuk kalangenan dan gasing untuk aduan. Gasing untuk kalagenan biasa dibuat dari bahan pohon yang luinak atau ringan. Oleh karena pada jenis gasing ini yang dijadikan tujuan adalah menghasilkan bunyi atau suara sekeras mungkin. Tercatat pohon (kayu) galinggem dan waru sering dijadikan bahan untuk jenis gasing kalangenan. Sedangkan jenis adu biasanya terbuat dari pohon (kayu) keras, misalnya jambu klutuk (jambu batu), pohon pete cina (sunda : peuteuy selong).

Bentuk gasing Jawa Barat relative kecil dengan berfariatif. Ada yang berkepala ada juga yang tidak. Secara umum garis atau panggal dapat dibagi kedalam tiga (3) bagian, yaitu :

  1. Hulu (kepala)
  2. Awak (badan)
  3. Suku(kaki)

Ciri khas panggal Jawa Barat terletak di samping pada kerampingan bentuknya juga terletak pada bagian sukunya yang terbuat dari logam (paku). Pada bagian ini pemain sering memipihkan pakunya sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk seperti kampak. Fungsinya adalah untuk menancapkan sekaligus membelah gasing lawan.

Selanjutnya, guna menambah nilai estetika, baik gasing kalangenan maupun gasing adusering diberi cat warna-warni. Tak ada warna khusus atau aturan yang mengatur tentang pewarnaan ini. Biasanya tergantung selera pembuat atau pemilik gasing.

Sebuah gasing atau panggal belumlah lengkap, bahkan mustahil seseorang bisa memainkan tanpa disertai dengan tali pemutarnya. Tali ini dibuat (dahulu) dari kain bekas (sunda: samping kebat bulut) yang dirara (dipilin atau dipintal), belakangan, tali ini dibuat dari bola kanteh (benang katun). Tali yang baik adalah tali yang tidak berminyak atau licin. Oleh karena itu, guna menghasilkan tarikan yang keras dan cepat tali tersebut sebelum dipakai direndam dalam air beberapa saat. Tujuannya agar tali dapat mengcekram lebih kuat dan tidak licin (sunda : seuseut).


Tempat bermain dapat dilakukan di dua tempat yang sangat bergantung juga pada jenis panggal yang dimainkan. ntuk jenis gasing kalangenan relatif tidak diperlukan tanah lapang yang luas. Cukup dijauhkan dari benda-benda yang mudah pecah, seperti kaca atau barang pecah belah lainnya, bermain gasing bisa dilakukan. Namun untuk gasing adu sebaiknya di tanah lapang datar yang tidak bergelombang (sunfa : taneuh licir) agar lebih leluasa dan jauh dari kerusakan benda-benda sekitarnya. Ukuran tidak ditentukan dengan jarak yang pasti, namun lebih dititik beratkan pada kondisi tanah lapangan itu sendiri.

Ada dua jenis permainan yang sering dilakukan (dimainkan). Pertama, palelet-lelet (lama berputar), dan kedua rawatan atau ngadu panggal. Penentuan kalah menang dalam palelet-lelet adalah lamanya berputar yang dihitung dari saat gasing mendarat hingga berhenti dengan sendirinya. Gasing yang lebih awal berhenti adalah gasing yang mati atau kalah. Sementara, gasing yang masih berputar itulah pemenangnya.

Pada jenis permainan ini sering pula disertai dengan pintonan untuk memperlihatkan kepiawaiannya memainkan gasing. Misalnya, gasing diangkat dengan tali dan diterima dengan telapak tangan atau tidak menutup kemungkinan dimainkan diatas dahi. Semacam itu, bunyi gasing dijadikan penentuan kalah-menang. Hal ini sangat tergantung pada kesepakatan antara pemain; apakah akan "mengadu" bunyi (patarik-tarik soro) atau palelet-lelet atau keduanya.

Berbeda dengan palelet-lelet, jenis permainan (Rawatan) adu panggal membutuhkan aturan tersendiri. Prinsip dasarnya adalah memindahkan gasing (panggal) dari kalang kecil ke kalang besar. Jarak antara kalang tersebut disesuaikan dengan kondisi tanah lapang. Kalang biasanya berupa lingkaran kecil dan lingkaran besar.

Jumlah pemain haruslah minimal dua orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang. Secara teoritis jumlah pemain Rawatan bisa tidak terbatas, namun hal ini sangat jarang dilakukan. Umumnya jumlahnya berkisar antara 2 - 6 orang yang semuanya didominasi oleh kaum lelaki. Sementara tingkat usia yang bermain lebih banyak dilakukan oleh anak-anak dan remaja.

Beberapa tahap permainan adu panggal adalah sebagai berikut :

  1. Membuat kalang berupa lingkaran kecil dan besar.
  2. Menentukan pemasangan dan urutan pemukul gasing lawan (yang dipasang dalam kalang kecil). Caranya adalah dengan mencug (menipuk) satu titik. Gasing yang paling mendekati titik tersebut adalah pemenang. Titik bisa berupa cangkang harmis, beling (pecahan kaca) atau benda lain yang disepakati bersama.
  3. Gasing yang jauh dari titik dikelompokkan pada gasing yang kalah. selanjutnya gasing kalah ini dipasang (disimpan) di kalang kecil. Letak pemasangan diatur sedemikian rupa dengan mengarahkan ekor gasingnya kearah dalam. Apabila pemain dalam jumlah banyak, biasanya gasing ditumpuk diatur membentuk lingkaran. Gasing yang dipasang tidak harus gasing yang menjadi gasing andalan (sundo : kojo) pemain: bisa saja ia memasang gasing lain. Bila hal ini dilakukan gasing tersebut dinamai gasing gandek. Oleh karena itu seorang pemain gasing akan memilih sekurang-kurangnya dua buah gasing gandek.
  4. Pemukul pertama yakni pemilik gasing paling mendekati titik: melakukan pukulan kearah kalang kecil dengan kojonya. Peluang kalah dan menang ditentukan posisi gasing. Apabila pukulan gasingnya tidak berputar ia disebut kalah. Kesempatan berikutnya diberikan kepada orang kedua yang paling mendekati titik. Sebaliknya bila ia, pemukul pertama, posisi gasingnya berputar dan tidak melakukan kesalahan, seperti meleset pukulan: tidak menutup kemungkinan gasing yang ada dikalang kecil itu menjadi miliknya (Rawatan).

Posisi gasing mati atau kalah adalah sebagai berikut :
a. Posisi gasing kojo pemukul awal berada di kalang kecil.
b. Gasing tidak berputar.
c. Pukulan tidak mengenai sasaran (meleset).

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar